ANALISIS KITAB SULAMUNAYIRAIN



           Di Indonesia, terdapat sejumlah tokoh yang sangat mumpuni dalam bidang ilmu falak, salah satunya adalah Mohammad Manshur al-Batawi, seorang ulama’ asal Jakarta, kelahiran tahun 1878 M./1295 H. dan wafat pada tahun 1387 H/1967 M. Mohammad Manshur al-Batawi Ini dikenal sebagai gurunya para ahli ilmu falak Indonesia. Mohammad Manshur al-Batawi mempunyai nama lengkap Mohammad Manshur bin Abdul Hamid bin Damiri bin Abdul Muhid bin Tumenggung Tjakra Jaya. Dia juga sering dipanggil dengan julukan al-Batawi, hal ini dikarenakan dia merupakan orang asli kelahiran suku Betawi yang lama juga dia berada di sana. Guru pertamanya dalam menuntut ilmu ini adalah bapaknya sendiri, KH. Abdul Hamid. Bermula dari didikan orang tuanya tersebut dan saudara-saudara Sebagai buah dari kecerdasan intelektualnya, Mohammad Manshur telah menghasilkan beberapa karya. Diantaranya adalah kitab Sullamun Nayyirain, Khulashal al-Jadwal, Kaifiyah Amal Ijtima’, Khusuf dan Kusuf, Mizanul I’tidal, Washilah al-Thulab, Jadwal Dawairul Falakiyah, Majmu Arba Rasail fi Masalah Hilal, Jadwal Faraid dan ada beberapa kitab lagi yang pada intiya menerangkan tentang ilmu falak dan faraidl.
            Dan salah satu kitabnya yang termasyhur adalah kitab Sullamun Nayyirain. Diamana pada kitab ini membahas tentang bagai mana perhitungan awal bulan dan gerhana, baik
gerhana matahari maupun gerhana bulan. Kitab ini disusun menjadi tiga Risalah. Yaitu : Risalah pertama, berjudul Risalatul Ula fi Ma’rifatil Ijtima’in Nayyirain, yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ul hilal, posisi hilal dan umur hilal. Risalah kedua, berjudul Risalatus Saniyah fi ma’rifatil Khusufil Qamar, yakni memuat perhitungan gerhana bulan dan yang ketiga, berjudul Risalatus Salisah fi Ma’rifatil Khusufil Syamsi, yakni memuat perhitungan gerhana matahari.

ANALISIS

Kitab sulamunayirain merupakan salah satu kitab yang memuat tantang bagaimana tata cara untuk mengetahui ijtima di setiap akhir bulan dari bulan-bulan qamariah, mengetahui tempatnya matahari dan bulan dirasi bintang, waktu ijtima’, dan cara mengetahui keadaan hilal setelah keduanya terpisah baik arah, tinggi dan lamanya hilal di kaki langit (horizon) setelah matahari terbenam, juga besarnya cahaya dan tempatnya hilal pada mlam setelah ijtima’. Dan kesemuanya itu menurut tabel-tabelnya Sulton Ulugh Bek As Samar Qondy yang telah diambil intisarinya oleh Imam Abdul Hamid bin Muhammad Dumairy Al Batawie Rahimakumullah orang tuanya  Mohammad Manshur al-Batawi dari catatan-catatan gurunya Syekh Abdurrohman bin Ahmad Al Misry.
            Lebih lanjut dalam pembahasan kitab ini, bahwa di jelaskan juga tentang ijtima’ yaitu sebutan dari adanya matahari dan bulan dalam satu tempat (sejajar) di ekliptika. Apabila matahri saat ijtima’ di buruj haml, maka bulan juga di buruj haml. Dan jika matahari di buruj tsur, maka bulan juga di buruj tsur dan seterusnya dalam buruj-buruj yang jumlahnya 12. Hal seperti ini tak akan terjadi kecuali pada akhir-akhir bulan qamariah yang disebut denagn Muhaq. Dan kejadian itu disebabkan karena bulan berjalannya sangan cepat yang hanya membutuhkan waktu satu bulan saja untuk dapat menempuh falaknya (lintas orbit), sedangkan matahari membutuhkan waktu satu tahun lamanya untuk menempuh falaknya.
            Jika telah memahami tentang ijtima’ tersebut, kemudian dalam kitab inipun menjelaskan pula tentang masalah kapan bertemunya bulan dan matahari tersebut pada setiap akhir bulan. sistem yang digunakan dalam kitam sulamunayiroin ini yaitu menggunakan sistem hisab taqribi. Dan data atau bilangan yang di penuhi yaitu:
Alamat : adalah sebutan dari bertemunya matahari dan bulan pada saat akan berakhir dari bulan sebelumnya dan merupakan awal dari bulan yang akan datang, sebagai batas pemisah antara keduanya.
Hissoh : adalah kemiringan ardul qomar atau miringnya bulan pada orbitnya dari buruj digaris katulistiwa.
Hoosoh : adalah kedudukan bulan pada orbitnya.
Markaz : adalah kedudukan matahari pada orbitnya.
Auj        : adalah nama lain dari Aphelium yang menjadi lawannya Pirirhelium, atau boleh juga dikatakan titik jauhnya matahari dari bumi di orbitnya kira-kira jaraknya 152,5 juta km. Sedangkan perihelium itu sendiri adalah jarak terdekatnya matahari dari bumi menurut hitungan Astronomi adalah 147,5 juta km.
Dan perlu diketahui juga, bahwa alamat itu berisi : hari, jam, dan menit atau ( yaum, saah, dan daqiqoh). Sedangkan yang lain sperti hissoh, hoosoh, markaz dan auj isinya adalah : buruj, derajat, dan daqiqoh.
Pada kitab sulamun nayiroin ini telah jelas bahwa hisab-rukyah yang di gunakan oleh  Mohammad Manshur al-Batawi ini pada dasarnya menggunakan angka-angka arab, yaitu: “Abajaddun Hawazun Khathayakun lamanun Sa’afashun Qarasyun Tatsakhadhun Dhadlaghun” . yang menurut penelitian para ahli, bahwa angka-angka tersebut merupakan angka-angka dari india, sehingga menunjukan keklasiakan data yang dipakainya. Dengan angka-angka itu, sistem hisab-nya bermula dengan mendata al-alamah, al-hissoh, al-hoosoh, al-markaz dan al-auj yang akhirnya dilakukan ta’dil (interpolasi) data. Sehingga dengan berpangkal pada waktu ijtima’ rata-rata. Interval ijtima’ rata-rata menurut sistem ini selama 29 hari 12 menit 44 detik.
Dalam kitab Sullamun Nayyirain, ketinggian hilal dihitung dengan membagi dua selisih waktu terbenam matahari dengan waktu ijtima’ dengan dasar bulan meninggalkan matahari ke arah timur sebesar 12 derajat setiap sehari semalam (24 jam). Dalam perhitungan untuk menentukan irtifa’ul hilal ini, nampak tidak diperhatikan gerak harian bulan dan matahari. Sehingga secara teoritis perhitungan dalam kitab sulamunayiroin ini menunjukan ketepatan yang kurang dibanding dengan sistem perhitungan astronomi modern ataupun kontemporer.
Kurangnya ketepatan menentukan irtifaul hilal dalam perhitungan kitab ini juga dilandaskan karena sistem yang digunakan Mohammad Manshur al-Batawi menggunakan tabel-tabel Sulton ulugh bek yang konon katanya beliau merumuskannya berdasarkan dengan teori geosentris, yang sebetulnya teori tersebut sudah dikatakan tidak tepat. Walaupun dilihat dari data yang dipakai kitab Sullamun Nayyirain dianggap kurang tepat baik dari hasil penghitungan antara hisab kontemporer dan hisab haqiqi tahqiqi dengan kitab Sullamun Nayyirain, tetapi terkadang dalam tahun tertentu banyak terjadi kesesuaian dan jikapun berbeda, perbedaannyapun tidak begitu jauh yaitu antara 2-3 derajat.
Secara teoritis dari realia diatas, hisab yang dipakai Mohammad Manshur al-Batawi dalam kitab sulamun nayiroin ini tidak bisa dijadikan landasan untuk menentukan awal bulan qomariah terutama untuk menentukan awal bulan di bulan syawal maupun ramadhan akan tetapi kita harus mencari referensi dari sistem perhitungan yang lain untuk mencocokan keakuratannya. 
Dengan demikian penulis beranggapan bahwa perhitungan awal bulan dalam kitab sulamun nayiroin walaupun perhitungan yang digunakan kurang vailed akan tetapi sebagai penerus ahli falak tidak salahnya mengkaji ulang pemikiran-pemikiran Mohammad Manshur al-Batawi agar menjadi sebuah tolak ukur dan dasar untuk mendapatkan suatu kepastian-kepastian yang real dan rumus-rumus baru yang lebih simpel dan di mengerti di khalayak umum

Referensi 

kitab sulamunayirain 
Masyhadi, Ahmad. Skripsi ANALISIS TERHADAPMETODE PEMIKIRAN MOHAMMAD MANSHUR AL-BATAWI TENTANG IRTIFA’UL HILAL DALAM KITAB SULLAMUN NAYYIRAIN. IAIN Sunan Ampel, Fakultas Syariah, jurusan Ahwalus Syakhshiyah.  Surabaya: 2010


 

Comments

  1. Assalamualaikum mas tolong kasih contoh dan rumusanya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

CARA MENENTUKAN TITIK KOORDINAT BUMI MENGGUNAKAN TONGKAT ISTIWA'

Contoh Hisab Awal Bulan Qamariah