SISTEM PENANGGALAN HIJRIYAH
Pengertian
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan
ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender
Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun di mana terjadi
peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah
juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda
dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Sejarah
Pada masa sebelum datangnya islam di tanah
arab islam dikenal sebuah sistem kalender berbasis campuran antara bulan
(qamariyah) maupun matahari (syamsitah). Dan untuk mensingkronkan dengan musim
dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itupun belum dikenal dengan sistem
penomoran tahun seperti sekarang ini. Sebuah tahun dikenal dengan nama
peristiwa-peristiwa yang penting ditahun terebut, seperti: tahun dimana Nabi
Muhammad SAW lahir, yang dikenal dengan sebutan tahun gajah, karena pada
waktu itu terjadi peneyerbuan tentara bergajah yang dipimpin oleh Abrahah di
Makkah.
Penetapan kalender Hijriyah ini baru dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin
Khatab, yang menetapkan dengan landasan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari
Mekah ke Madinah atas perintah Tuhan. Dibarat kalender islam biasa dituliskan
dengan A.H, dari latinnya Anno Hegirae. Peristiwa hijrah ini bertepatan
dengan 15 Juli 622 M. Jadi penanggalan islam (1 Muharram 1 Hijriyah) dihitung
sejak terbenamnya matahari pada hari kamis, 15 Juli 622 M.
Pada mulanya penentuan permulaan penanggalan
hijriyah ini diperkarsai atas suatu permasalahan yaitu ketika Abu Musa
Al-Asyári sebagai salah satu gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a, menulis
surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah
yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.
Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka
adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf
r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin
Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga
yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang
diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum
hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju
dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam
adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam
kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku
pada masa itu di wilayah Arab.
Sistem penanggalan
hijriyah
Kalender hijriyah dibangun berdasarkan
rata-rata siklus sinodik bulan kalender lunar, yang memiliki 12 bulan dalam
setahun, sesuai dengan firman Allah SWT, At Taubah ayat 36:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka
janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.
Penentuan
dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai
pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Dengan menggunakan siklus sinodik bulan,
bilangan hari dalam setahunnya adalah (12 x 29, 53059 hari = 354,36708 hari).
Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender hijriyah lebih pendek sekitar 11
hari dibandingkan dengan 1 tahun dalam kalender masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu
bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari.
Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new
moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang
bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan
dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik
terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak
tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga
benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya
penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan
baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat
setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika
hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan
tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana
saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung
pada penampakan hilal.
Dalam perhitungannya bulan beredar
mengelilingi bumi, dalam satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5
detik. Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang
30 hari dan 29 hari, yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari sedangkan
genap berumur 29 hari. Kecuali pada bulan ke 12 (dzulhijjah) pada kabisat
berumur 30 hari.
Dalam satu daur tahun hiriyah terdiri dari 30
tahun dan Setiap 30 tahun terdapat 11 tahun kabisat (berumur 355 hari) dan 19
tahun basithah (berumur 354 hari).
Pengklasifikasian
jenis kalender
Kalender islam atau disebut juga kalender
hijriyah adalah termasuk kedalam jenis penanggalan astronomis, karena sistem
yang digunakan dalam kalender hijriyah
ini disusun berdasarkan pergerakan bulan dan penentuannya berdasarkan observasi
hilal. Berbeda dengan kalender aritmatik yang disusun berdasarkan atas
perhitungan-perhitungan matematika tanpa harus menggunakan pengamatan
astronomi.
Penanggalan metode astronomis kalender
hijriyah ini didasarkan pada posisi benda langit saat itu. Seperti kita harus
melihat bulan sabit untuk menentukan tanggal satu. Kalaender hijriyah ini
dibangun berdasarkan fakta astronomis, dimana orang harus melihat langit untuk
menentukan awal tanggal bulan hijriyah, sebagaimana yang diperintahkan oleh
Nabi Muhammad SAW dalam melihat tanggal 1 adalah dengan melihat bulan sabit
dilangit. Karena bukan berbasis perhitungan itulah yang membuat kalender
hijriyah ini tidak perlu melakukan koreksi sebagaimana kalender masehi dan jawa.
Dan karena perputaran benda langit bisa
dihitung, maka saat ini dengan perhitungan kita bisa menentukan berapa hari,
jumlah bulan pada bulan dan tahun tertentu. Namun perhitungannya tidak
sesederhana kalender yang menggunakan perhitungan matematis.
Perbedaan antar
penanggalan jawa dan penanggalan hijriyah
Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya
memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem
Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar
(komariyah). Namun, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547
Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni
menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility) pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah
hari dalam setiap bulannya.
Referensi:
Comments
Post a Comment